Lestarikan Asal-usul Desa Gunungronggo, PKM 64 FIB UB Luncurkan Buku Cerita Bergambar untuk Anak-anak

Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Kelompok 64 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) menerbitkan sebuah buku cerita tentang asal-usul Desa Gunungronggo. Berjudul “Legenda Telaga Jenon dan Desa Gunungronggo”, buku itu mereka salurkan ke beberapa instansi pendidikan seperti PAUD, TK, SD, bahkan Tempat Pendidikan Qur’an (TPQ) pada Senin (4/8) lalu. Esok harinya (5/8), mereka mengadakan lomba mewarnai untuk TK Muslimat 2 Nasihudin Gunungronggo. Lomba itu mereka adakan dalam rangka sosialisasi buku kepada siswa-siswi TK juga guru-gurunya.

Menurut Fauzan, Koordinator Desa PkM 64 Gunungronggo, penulisan buku cerita untuk anak-anak itu merupakan program kerja mereka. Program kerja ini diputuskan atas saran dari Kepala Desa Gunungronggo. Selama tiga minggu, mereka menghabiskan waktu di Desa Gunungronggo untuk mewawancarai tokoh-tokoh adat desa dan merangkumnya. “Sebelum melanjutkan finalisasi, kami juga meminta saran dari warga desa dengan mengadakan sosialisasi draf buku cerita. Sehingga saran-saran tersebut bisa kami terapkan dalam penggarapan seperti [saran untuk] menggunakan warna-warna cerah untuk menarik anak-anak,” terangnya.

Fauzan juga menjelaskan bahwa program kerja ini selaras dengan program studi anggota kelompok mereka. Dari sepuluh anggota kelompok, sebagian besar dari mereka diisi oleh program studi berlatar belakang sastra dan seni rupa. “Sehingga kami memutuskan untuk membuat buku cerita untuk anak-anak. Target [pembaca] TK/SD ini kami pilih karena merekalah yang akan meneruskan budaya desa,” ujar Fauzan.

Disambut baik, Aqidatul Izza yang merupakan Kepala PAUD Muslimat Nasihudin mengaku bahwa buku cerita tersebut akan membantu proses pembelajaran. Ia juga bercerita bahwa PAUD di desanya jarang didatangi mahasiswa yang sedang KKN. Menurutnya, upaya PkM Kelompok 64 untuk menjaga cerita asal-usul desa dalam bentuk buku cerita adalah hal yang baru di desa ini. “Jadi ini inovasi baru sih untuk kita. Biar lebih mengenal [asal-usul desa] saja, karena sekarang kan kalau enggak kontekstual kan kayaknya anak-anak kan kurang mengenal,” lanjutnya.

Senada dengan hal tersebut, Surahmat, Kepala Lembaga Adat Desa Gunungronggo yang turut mengisi acara peluncuran buku dan lomba mewarnai turut mengapresiasi kegiatan itu. Saat mengisi diskusi, ia mengungkapkan bahwa masih banyak cerita dan budaya desa yang perlu untuk dijaga. “Ini sangat-sangat menunjang dan bermakna bagi desa umumnya di masyarakat. Dan khususnya di urusan budaya mungkin nanti ngembang di pariwisata,” pungkasnya.